Maulid Nabi memang telah berlalu, namun semangat yang lahir dari peringatannya seharusnya tidak berhenti pada satu tanggal saja. Justru setelah rangkaian acara selesai, di situlah ujian sesungguhnya. Apakah kita mampu menjaga api cinta kepada Rasulullah SAW dalam keseharian, atau hanya berhenti pada seremonial semata.

Teman Shafwah, Maulid mengingatkan kita pada sosok manusia terbaik, Nabi Muhammad SAW, yang akhlaknya adalah cerminan Al-Qur’an. Beliau bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk diteladani. Maka, setelah gema shalawat dan kisah-kisah sirah dikumandangkan, tugas kita adalah menjadikan itu semua sebagai bahan bakar untuk melangkah lebih baik.

Cinta kepada Nabi tidak hanya tampak dari lantunan shalawat, tapi juga dari sikap jujur dalam bekerja, sabar ketika menghadapi ujian, serta kasih sayang kepada keluarga dan sesama. Rasulullah adalah teladan dalam memberi, bahkan ketika beliau sendiri berada dalam keterbatasan. Dari sinilah kita belajar bahwa mencintai Nabi berarti meneladani sikap hidupnya, bukan sekadar memujinya.

Mari kita bawa semangat Maulid ini ke dalam kehidupan nyata: menjaga lisan agar tidak menyakiti, memperbanyak doa dan shalawat, serta menebarkan kebaikan di lingkungan sekitar. Kebaikan yang kecil sekalipun, jika dilakukan dengan niat mengikuti sunnah Nabi, akan menjadi bukti cinta yang besar.

Teman Shafwah, semoga setelah Maulid ini, kita tidak hanya berhenti pada perayaan, tetapi benar-benar merawat cinta kepada Rasulullah SAW dalam 11 bulan berikutnya, sampai kita bertemu lagi dengan Rabiul Awal yang akan datang. Karena yang lebih penting daripada memperingati kelahirannya adalah menghidupkan ajarannya dalam diri kita, setiap hari, setiap langkah.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mencintai Rasul-Mu dengan sebenar-benarnya cinta. Karuniakanlah kepada kami kekuatan untuk mengikuti sunnahnya, menjaga akhlak mulianya, dan menjadikan hidup kami penuh keberkahan.

Aaamiin Aamiin ya Rabbal alamin...